I.Pendahuluan
Budaya
merupakan ciri khas suatu bangsa yang di setiap bangsa masingmasing berbeda
satu dengan lainnya. Budaya memiliki banyak nilai dan pesan keindahan,
penghargaan dan kebersamaan bagi yang melestarikannya. Salah satu budaya bangsa
kita yang sangat bernilai adalah gotong-royong, yang penerapannya tidak
membedakan suku, agama, warna kulit, dan budaya daerah. Semua yang majemuk
menjadi satu seperti semboyan kita “Bhinneka Tunggal Ika”. Manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan adalah makhluk sosial yang harus bekerja bersama dengan
manusia lain untuk mencapai visi bersama, salah satunya dengan budaya gotong
royong. Namun seiring berkembangnya jaman, teknologi semakin lama semakin
canggih, perputaran informasi semakin cepat sehingga membuat manusia cenderung
lebih memikirkan diri sendiri dan kurang peduli lingkungan sekitar. Ini mulai
terjadi di kota besar yang mayoritas bekerja sebagai karyawan/pegawai kantor,
buruh, dan lain-lain. Ini situasi yang sangat memprihatinkan dan mengancam
persatuan NKRI.
II.Teori
Dalam hal ini Koentjaraningrat (1984 : 7) mengemukakan
kegiatan gotong-royong di pedesaan sebagai berikut,
1. Dalam
hal kematian, sakit, atau kecelakaan, di mana keluarga yang sedang menderita
itu mendapat pertolongan berupa tenaga dan benda dari tetangga-tetangganya dan
orang lain sedesa;
2. Dalam
hal pekerjaan sekitar rumah tangga, misalnya memperbaiki atap rumah, mengganti
dinding rumah, membersihkan rumah dari hama tikus, menggali sumur, dsb., untuk
mana pemilik rumah dapat minta bantuan tetangga-tetangganya yang dekat dengan
memberi bantuan makanan;
3. Dalam
hal pesta-pesta, misalnya pada waktu mengawinkan anaknya, bantuan tidak hanya
dapat diminta dari kaum kerabatnya, tetapi juga dari tetangga-tetangganya,
untuk mempersiapkan dan penyelenggaraan pestanya;
4. Dalam
mengerjakan pekerjaan yang berguna untuk kepentingan umum dalam masyarakat
desa, seperti memperbaiki jalan, jembatan, bendungan irigasi, bangunan umum
dsb., untuk mana penduduk desa dapat tergerak untuk bekerja bakti atas perintah
dari kepala desa.
Bintarto (1980 :
24) mengemukakan, Nilai itu dalam sistem budaya orang Indonesia mengandung
empat konsep, ialah :
1. Manusia itu tidak
sendiri di dunia ini tetapi dilingkungi oleh komunitinya, masyarakatnya dan
alam semesta sekitarnya. Di dalam sistem makrokosmos tersebut ia merasakan
dirinya hanya sebagai unsur kecil saja, yang ikut terbawa oleh proses peredaran
alam semesta yang maha besar itu.
2. Dengan demikian,
manusia pada hakekatnya tergantung dalam segala aspek kehidupannya kepada
sesamanya.
3. Karena itu, ia harus
selalu berusaha untuk sedapat mungkin memelihara hubungan baik dengan sesamanya
terdorong oleh jiwa sama rata sama rasa, dan
4. selalu berusaha untuk
sedapat mungkin bersifat konform, berbuat sama dengan sesamanya dalam komuniti,
terdorong oleh jiwa sama tinggi sama rendah.
Tashadi dkk (1982 : 52) mengemukakan,
“Dalam setiap kegiatan gotong-royong
tolong menolong atau sambatan ini, setiap orang dapat mengikutinya. Bahkan
kalau hal ini dianggap sebagai suatu kewajiban sosial bagi warga masyarakat itu
semuanya akan terlibat. Akan tetapi dalam bidang mata pencaharian, khususnya di
daerah pedesaan adalah bidang pertanian, maka kegiatan ini hanya melibatkan
beberapa orang sebagai pesertanya, yang jelas mereka yang terlibat itu adalah
petani atau penduduk di desa yang mempunyai pekerjaan sebagai petani, naik ia
petani yang memiliki tanah pertanian maupun ia sebagai buruh tani. “
III.Analisis
Kata gotong royong
telah menjadi kosa kata Bahasa Indonesia. Bahkan telah masuk dalam kosa kata
Bahasa Malaysia (Dewan Bahasa dan Pustaka, Kamus Dewan, 1997 : 412). Kata itu
mungkin masuk ke dalam khasanah perbendaharaan Bahasa Malaysia bersamaan dengan
kata berdikari (hal. 142), satu istilah yang sama-sama dipopulerkan oleh Bung
Karno.
Gotong royong berasal dari kata
dalam Bahasa Jawa, atau setidaknya mempunyai nuansa Bahasa Jawa. Kata gotong
dapat dipadankan dengan kata pikul atau angkat. Sebagai contoh, ada pohon yang
besar roboh menghalangi jalan di suatu desa. Masyarakat mengangkatnya
bersama-sama untuk memindahkan kayu itu ke pinggir jalan. Orang desa
menyebutnya dengan nggotong atau menggotong. Demikian juga ketika ada seorang
anak jatuh ke selokan dekat gardu desa, dan kemudian seseorang mengangkatnya
untuk mengentaskan anak itu dari selokan.
Kata royong dapat dipadankan dengan bersama-sama. Dalam bahasa Jawa kata
saiyeg saeko proyo atau satu gerak satu kesatuan usaha memiliki makna yang amat
dekat untuk melukiskan kata royong ini. Ibarat burung kuntul berwarma putih
terbang bersama-sama, dengan kepak sayapnya yang seirama, menuju satu arah
bersama-sama, dan orang kemudian menyebutnya dengan holopis kuntul baris.
Jadi, gotong royong memiliki pengertian bahwa setiap individu dalam kondisi
seperti apapun harus ada kemauan untuk ikut berpartisipasi aktif dalam memberi
nilai tambah atau positif kepada setiap obyek, permasalahan atau kebutuhan
orang banyak disekeliling hidupnya. Partisipasi aktif tersebut bisa berupa
bantuan yang berwujud materi, keuangan, tenaga fisik, mental spiritual,
ketrampilan atau skill, sumbangan pikiran atau nasihat yang konstruktif, sampai
hanya berdoa kepada Tuhan.
Bagi mereka yang masih belum mampu
melakukan salah satu dari alternatif
bantuan diatas, maka mereka cukup dengan berdiam diri dan tidak berbuat apapun
yang bisa merusak situasi dan kondisi yang berlaku saat itu. Berdiam diri dan
tidak membuat keruh situasipun sudah merupakan
implementasi gotong royong yang paling minimal
Budaya gotong royong adalah cerminan
perilaku dan ciri khas bangsa Indonesia sejak zaman dahulu. Penerapan gotong
royong mengalami pasang surut penggunaannya mengikuti arus dan gelombang
masyarakat penggunanya. Kata gotong royong telah digunakan oleh semua lapisan
masyarakat, dari kalangan birokrat dan pemimpin pemerintahan sampai kalangan
buruh tani, tukang ojek, sampai dengan peronda malam di kampungkampung. Bung
Karno sendiri pernah menggunakannya sebagai nama DPR
Gotong Royong. Kata gotong royong pernah digunakan sebagai nama SMP Gotong
Royong di satu kabupaten yang terpencil. Kelompok Reyog Ponorogo menggunakan
kata gotong royong sebagai nama kelompok
kesenian rakyat ini. Bahkan tukang becak, pedagang kaki lima, atau berbagai
kelompok masyarakat telah menggunakan kata gotong royong dan ikut mempopulerkan
penggunaan kata gotong royong sebagai khasanah perbendaharaan kata dalam Bahasa
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
https://books.google.co.id/books?id=O48Js7aV3X0C&pg=PA14&dq=teori+tentang+gotong+royong&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=teori%20tentang%20gotong%20royong&f=false
http://www.gudangmakalah.com/2015/02/contoh-makalah-gotong-royong-tugas-pkn.html
https://books.google.co.id/books?id=x- A0wy95LUQC&printsec=frontcover&dq=budaya+indonesia&hl=id&sa=X&sqi=2&ved=0ahUKEwiht5Gp2dHLAhUCcI4KHXLPCE4Q6AEIGTAA#v=
Tidak ada komentar:
Posting Komentar