Senin, 18 April 2016

Upacara adat Perkawinan Batak

1.Tahapan Perkawinan Adat Batak
1.   Paranakkon Hata – Para   nakkon hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak laki-laki) kepada parboru (pihak perempuan). Pihak perempuan langsung memberi jawaban kepada ‘suruhan’ pihak laki-laki pada hari itu juga dan pihak yang disuruh paranak panakkok hata masing-masing satu orang dongan tububoru, dandongan sahuta.
2.     Marhusip - Marhusip artinya membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh pihak paranak sesuai dengan ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i) dan sesuai dengan keinginan parboru (pihak perempuan). Pada tahap ini tidak pernah dibicarakan maskawin (sinamot). Yang dibicarakan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan marhata sinamot dan ketentuan lainnya. Pihak yang disuruh marhusip ialah masing-masing satu orang dongan-tububoru-tubu, dan dongan-sahuta.
3.     Marhata Sinamot - Pihak yang ikut marhata sinamot adalah masing-masing 2-3 orang dari dongan-tububoru dan dongan-sahuta. Mereka tidak membawa makanan apa-apa, kecuali makanan ringan dan minuman. Yang dibicarakan hanya mengenai sinamot dan jambar sinamot.
4.     Marpudun Saut - Dalam Marpudun saut sudah diputuskan: ketentuan yang pasti mengenai sinamot, ketentuan jambar sinamot kepada si jalo todoan, ketentuan sinamot kepada parjambar na gok, ketentuan sinamot kepada parjambar sinamot, parjuhut, jambar juhut, tempat upacara, tanggal upacara, ketentuan mengenai ulos yang akan digunakan, ketentuan mengenai ulos-ulos kepada pihak paranak, dan ketentuan tentang adat. Tahapannya sebagai berikut: [1] Marpudun saut artinya merealisasikan apa yang dikatakan dalam Paranak HataMarhusip, dan marhata sinamot. [2] Semua yang dibicarakan pada ketiga tingkat pembicaraan sebelumnya dipudun(disimpulkan, dirangkum) menjadi satu untuk selanjutnya disahkan oleh tua-tua adat. Itulah yang dimaksud dengan dipudun saut. [3] Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh pihak paranak dan parboru, maka tahap selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni sinamot (uang muka maskawin) kepada parboru sesuai dengan yang dibicarakan. Setelah bohi ni sinamot sampai kepada parboru, barulah diadakan makan bersama dan padalan jambar (pembagian jambar). [4] Dalam marpudun saut tidak ada pembicaraan tawar-menawar sinamot, karena langsung diberitahukan kepada hadirin, kemudian parsinabung parboru mengambil alih pembicaraan. Pariban adalah pihak pertama yang diberi kesempatan untuk berbicara, disusul oleh simandokkonpamarai, dan terkahir oleh Tulang. Setelah selesai pembicaraan dengan si jalo todoanmaka keputusan parboru sudah selesai; selanjutnya keputusan itu disampaikan kepada paranak untuk melaksanakan penyerahan bohi ni sinamot dan bohi ni sijalo todoan. Sisanya akan diserahkan pada puncak acara, yakni pada saat upacara perkawinan nanti.).
5.      Unjuk - Semua upacara perkawinan (ulaon unjuk) harus dilakukan di halaman pihak perempuan (alaman ni parboru), di mana pun upacara dilangsungkan, berikut adalah tata geraknya: [1] Memanggil liat ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan tempat duduk. Mengenai tempat duduk di dalam upacara perkawinan diuraikan dalam Dalihan Na Tolu. [2] Mempersiapkan makanan: (a) Paranak memberikan Na Margoar Ni Sipanganon dari parjuhut horbo. (b) Parboru menyampaikan dengke (ikan, biasanya ikan mas)
6.      Doa makan - Membagikan Jambar.
7.      Marhata adat – yang terdiri dari tanggapan oleh parsinabung ni paranak; dilanjutkan oleh parsinabung ni parborutanggapan parsinabung ni paranak, dan tanggapanparsinabung ni parboru.
8.      Pasahat sinamot - Memberikan tuhor kepada pihak perempuan
9.      Mangulosi  - Memberikan ulos kepada kedua pengantin

10.      Tangiang Parujungan - Doa penutup pertanda selesainya upacara perkawinan adat Batak Toba.

2 . Simbol-Simbol Perkawinan Orang Batak
2.1       Penggunaan Umpasa pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba  
            Pengertian umpama dan umpasa tidaklah dapat disamakan seutuhnya dengan perumpamaan dan pantun di dalam kesusastraan Indonesia. Apabila ditinjau dari segi bentuk dapat dikatakan sama, tetapi apabila ditinjau dari segi makna atau gagasan yang ingin dikemukakan maka akan terjadi perbedaan karena umpama dan umpasa menekankan makna bernilai budaya dengan membandingkan sifat-sifat, kebiasaan, karakteristik, perilaku suatu binatang, tumbuhtumbuhan, dan benda-benda yang terdapat di sekililing masyarakat Batak Toba, Misalnya:
 Napuran tano-tano          
“Sirih yang masih menjalar di tanah
Rangging masi ranggongan      
Menjalar saling tindih-menindih
Badanta padao-dao            
Tubuh kita saling berjauhan
Tondintai masigonggoman       
Roh kita saling berdekapan”
Umpasa terdiri dari empat baris, bersajak aa/aa atau ab/ab. Dua baris pertama merupakan sampiran dan dua baris terakhir berisi isi. Umpasa ini mempunyai nilai religi tradisional yang membandingkan sifat daunan sirih dengan pemahaman religi terhadap manusia yang terdiri dari dua unsur, yaitu tubuh dan roh. Penggunaan umpasa ketika upacara adat perkawinan Batak Toba mempunyai makna simbolik sebagai bahasa komunikasi diantara pihak-pihak yang berkompoten untuk membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan pelaksanaan upacara. Setiap pembicara dari suatu utusan, pada awalnya selalu menutupi keinginannya bersembunyi dalam umpasa yang memiliki symbol.

2.2  Makna Simbol Uang Mahar pada Upacara Adat Perkawinan Batak Toba

Mahar disebut juga di dalam masyarakat Batak Toba dengan sinamot, yaitu pembayaran perkawinan atau emas kawin dalam bentuk uang, benda, dan kekayaan. Pembicaraan tentang berapa besarnya sinamot telah dibicarakan sebelum pesta perkawinan dilangsungkan, kedua belah pihak berunding untuk bersepakat dengan pelaksanaan pesta perkawinan. Pertemuan ini disebut dengan marhata sinamot (membicarakan sinamot). Sedangkan pada waktu upacara perkawinan, sinamot dibagi-bagikan kepada pihak kerabat yang berhak; Suhut (bagian orang tua dari mempelai perempuan); Si jalo Bara (bagian saudara laki-laki ayah dari mempelai perempuan; Sijalo Todoan (bagian sudara laki-laku mempelai perempuan); Tulang ”upa Tulang” (bagian saudara laki-laki dari ibu mertua perempuan); Pariban ”upa pariban” (bagian saudara perempuan dari ibu mertua atau bibi dari pempelai perempuan); dan para undangan pihak perempuan (parboru) yang hadir walaupun jumlah bilangannya sedikit sebagai bukti (tuhor ni boru). Pada masyarakat Batak Toba pemberian uang mahar (sinamot) dari pihak laki-laki kepada pihak perempuan janganlah diartikan sama dengan menjual sesuatu barang atau benda di pasaran. Pemberian uang mahar (sinamot) mempunyai falsafah dan makna simbolik yang mendalam sesuai dengan sistem nilai yang diwariskan secara turun-temurun dan berfungsi pada masyarakatnya. Pengertian dari pemberian uang mahar (sinamot) yang paling hakiki adalah proses “pemberian dan penerimaan”. Mempelai perempuan yang telah diberikan marga oleh pihak keturunan/klan ayahnya akan melepaskan haknya, sebaliknya akan ”menerima sinamot” dari pihak paranak. Pembayaran uang mahar (sinamot) dengan mahal dapat diartikan sebagai makna simbolik “harga diri” dari kedua belah pihak di mata sosial masyarakat, di mana kedua belah pihak berasal dari keluarga ”Raja” yang masing-masing memiliki wibawa atau harga diri.

2.3  Pemberian Ulos Ketika Upacara Adat Perkawinan Batak Toba

Ulos mempunyai “makna” tersendiri bagi masyarakat Batak Toba yang dapat memberikan kehangatan tubuh dan roh manusia. Kehangatan tubuh dan roh membuat manusia sehat dan dapat beraktifitas dalam kehidupan sehari-hari, seperti kata umpasa mengatakan:
Ulos suri-suri,                          
          “Ulos suri-suri,
Rio di tonga-tonga,             
      Ditengahnya banyak hiasan,
    parlagu na uli,                     
         Orang yang baik hati,
    So lupa sian roha.                            
Tidak akan terlupakan”.

Ulos merupakan hasil tenunan wanita Batak Toba yang berbentuk lembaran, memiliki aneka ragam corak dan keanekaragaman corak tersebut membuat ulos dapat dibedakan atas jenisnya Pembuatan ulos harus mengikuti pola dan aturan yang harus sesuai agar kelihatan ideal dan dipercayai memiliki kekuatan “magis “ tradisional. Makna simbolik ulos secara umum terdiri atas tiga bagian, yaitu; hapal (tebal) memberikan kehangatan tubuh dan roh bagi yang menerimanya. Sitorop Rambu (banyak rambu pada ujung ulos) mempunyai arti agar mendapatkan banyak keturunan putra dan putri bagi yang menerimanya. Ganjang (panjang) yang mempunyai arti agar orang yang penerimanya panjang umur.  Pemberian ulos ketika upacara adat perkawinan Batak Toba bersamaan dengan penggunaan umpasa, setelah umpasa selesai diucapkan maka ulos dililitkan ke punggung kedua pengantin. Pemberian ulos mempunyai makna simbolik sebagai “materai” agar permohonan yang disampaikan kepada Tuhan Yang Mahaesa menjadi kenyataan seiring dengan sampainya ulos tersebut untuk mengahangatkan tubuh dan roh kedua pengantin yang menjadi satu dalam keluarga.

3.Kesimpulan Simbol-Simbol Upacara Pernikahan Adat Batak
Pada masyarakat Batak Toba ketika berlangsungnya upacara adat ditemukan banyak sistem simbol yang mempunyai makna tersendiri, tergantung pada jenis upacara yang sedang dilaksanakan. Sehubungan dengan tujuan pembahasan dapat ditarik simpulan, bahwa pada upacara adat perkawinan Batak Toba berlangsung secara umum ditemukan tiga simbol yaitu, 1. Simbol penggunaan umpasa 2. Simbol pemberian dan penerimaan uang mahar (sinamot), 3. Simbol pemberian ulos.
Makna simbol pemberian dan penerimaan uang mahar (sinamot) pada upacara adat perkawinan Batak Toba adalah keluarga mempelai perempuan yang telah mewariskan marga klan keturunan, menerima uang sinamot akan melepaskan haknya kepada mempelai perempuan. Selanjutnya pengantin laki-laki yang memberikan sinamot akan menerima dan memasukkan mempelai perempuan ke dalam klan keturunan mempelai laki-laki.
Makna simbol penggunaan umpasa pada upacara adat perkawinan Batak Toba adalah sebagai sarana komunikasi bagi utusan pembicara dari kelompok yang berkompoten pada saat upacara berlangsung. Selain itu, umpasa digunakan sebagai sarana berkomunikasi untuk bermohon dengan Tuhan Yang Mahaesa agar diberikan hagabeon (memiliki putra dan putri), hamoraon (memiliki kekayaan harta benda), hasangapon (memiliki Wibawa dan terpandang), dan saur matua (panjang umur dan dapat mencapai cita-cita).

Makna simbol pemberian ulos pada saat upacara adat perkawinan Batak Toba adalah sebagai “materai” agar permohonan yang disampaikan kepada Tuhan Yang Mahaesa menjadi kenyataan seiring dengan sampainya ulos tersebut untuk mengahangatkan tubuh dan roh kedua pengantin yang menjadi satu dalam keluarga.




4.TAHAP-TAHAP PELAKSANAAN UPACARA PERNIKAHAN  ADAT BATAK
1. Mangaririt
Sekarang ini ada yang melaksanakan acara paulak une dan maningkir tangga langsung setelah acara adat ditempat acara adat dilakukan, yang mereka namakan “Ulaon Sadari”.

2. Mangalehon Tanda
Mangalehon tanda maknanya mengasih tanda apabila laki-laki telah menemukan perempuan sebagai calon istrinya, kemudian keduanya saling memberikan tanda. Laki-laki biasanya mengasih uang kepada perempuan sedangkan perempuan menyerahkan kain sarung kepada laki-laki, setelah itu maka laki-laki dan perempuan tersebut telah terikat satu sama lain. Laki-laki lalu memberitahukan hal tersebut kepada orang tuanya, orang tua laki-laki akan menyuruh prantara atau domu-domu yang telah mengikat janji dengan putrinya.

3. Marhori-hori Dinding atau Marhusip
Marhusip artinya berbisik, tetapi arti dalam tulisan ini yaitu pembicaran yang bersifat tertutup atau bisa juga disebut pembicaraan atau perundingan antara utusan keluarga calon pengantin laki-laki dengan wakil pihak orang tua calon pengantin perempuan, mengenai mas kawin yang harus di siapkan oleh pihak laki-laki yang akan diberikan kepada pihak perempuan. Hasil-hasil pembicaraan marhusip belum perlu diketahui oleh umum karena untuk menjaga adanya kemungkinan kegagalan dalam mencapai kata sepakat. Marhusip biasanya dilaksanakan di rumah perempuan. Domu-domu calon pengantin laki-laki akan menerangkan tujuan kedatangan mereka pada keluarga calon pengantin perempuan.

4. Marhata Sinamot
Marhata sinamot biasanya diselenggarakan setelah selesai membagikan jambar. Marhata sinamot adalah membicarakan berapa jumlah sinamot dari pihak laki-laki, hewan apa yang disembelih, berapa banyak ulos, berapa banyak undangan dan dimana dilaksanakan upacara pernikahan tersebut. Adat marhata sinamot bisa juga dianggap sebagai perkenalan resmi antara orang tua laki-laki dengan orang tua perempuan. Mas kawin yang diserahkan pihak laki-laki biasanya berupa uang sesuai jumlah mas kawin tersebut di tentukan lewat tawar-menawar.

5. Pudun Saut
Pihak kerabat pria tanpa hula-hula mengantarkan wadah sumpit berisi nasi dan lauk pauknya (ternak yang sudah disembelih) yang diterima oleh pihak parboru dan setelah makan bersama dilanjutkan dengan pembagian Jambar Juhut (daging) kepada anggota kerabat, yang terdiri dari :
 Kerabat marga ibu (hula-hula)
Kerabat marga ayah (dongan tubu)
Anggota marga menantu (boru)
Pengetuai (orang-orang tua)/pariban
Diakhir kegiatan Pudun Saut maka pihak keluarga wanita dan pria bersepakat menentukan waktu Martumpol dan Pamasu-masuon.

6. Martumpol (baca : martuppol)
Martumpol bagi orang Batak Toba bisa disebut juga sebagai acara pertunangan tetapi secara harafiah martupol merupakan acara kedua pengantin di hadapan pengurus jemaat gereja diikat dalam janji untuk melangsungkan pernikahan. Upacara adat ini diikuti oleh orang tua kedua calon pengantin dan keluarga mereka beserta para undangan yang biasanya diadakan di dalam gereja, karena yang mengadakan acara martumpol ini kebanyakan adalah masyarakat Batak Toba yang beragama Kristen.

7. Martonggo Raja atau Maria Raja
Martonggo raja merupakan suatu kegiatan pra upacara adat yang bersifat seremonial yang mutlak diselenggarakan oleh penyelenggara yang bertujuan untuk mempersiapkan kepentingan pesta yang bersifat teknis dan non teknis. Pada adat ini biasanya dihadiri oleh teman satu kampung, dongan tubu (saudara). Pihak hasuhuton (tuan rumah) memohon izin kepada masyarakat sekitar terutama dongan sahuta (teman sekampung) untuk membantu mempersiapkan dan menggunakan fasilitas umum pada upacara adat yang sudah direncanakan.

8. Manjalo Pasu-pasu Parbagason (Pemberkatan Pernikahan)
Pemberkatan pernikahan kedua pengantin dilaksanakan di Gereja oleh Pendeta. Setelah pemberkatan pernikahan selesai, maka kedua penagntin telah sah menjadi suami istri menurut gereja. Setelah pemberkatan dari Gereja selesai, lalu kedua belah pihak pulang ke rumah untuk mengadakan upacara adat Batak dimana acara ini dihadiri oleh seluruh undangan dari pihak laki-laki dan perempuan.

9. Ulaon Unjuk (Pesta Adat)
Setelah selesai pemberkatan dari Gereja, kedua pengantin juga menerima pemberkatan dari adat yaitu dari seluruh keluarga khususnya kedua orang tua. Dalam upacara adat inilah disampaikan doa-doa untuk kedua pengantin yang diwakili dengan pemberian ulos. Selanjutnya dilaksanakan pembagian jambar (jatah) berupa daging dan juga uang yaitu: Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak perempuan adalah jambar juhut (daging) dan jambar tuhor ni boru (uang) dibagi sesuai peraturan.Jambar yang dibagi-bagikan untuk pihak pria adalah dengke (baca dekke/ ikan mas arsik) dan ulos yang dibagi sesuai peraturan. Pesta Adat Unjuk ini diakhiri dengan membawa pulang pengantin ke rumah paranak.
10. Mangihut Di Ampang atau Dialap Jual
Dialap Jual artinya jika pesta pernikahan diselenggarakan di rumah pengantin perempuan, maka dilaksanakanlah acara membawa penagntin perempuan ke tempat mempelai laki-laki.

11. Ditaruhon Jual
Jika pesta pernikahan diselenggarakan di rumah pengantin laki-laki, maka pengantin perempuan dibolehkan pulang ke tempat orang tuanya untuk kemudian diantar lagi oleh para namboru-nya ke tempat namboru-nya. Dalam hal ini paranak wajib mengasih upa manaru (upah mengantar), sedang dalam dialap jual upa manaru tidak diberlakukan.

12. Paranak makan bersama di tempat kediaman si Pria (Daulat ni si Panganon)
Setibanya pengantin wanita beserta rombongan di rumah pengantin pria, maka diadakanlah acara makan bersama dengan seluruh undangan yang masih berkenan ikut ke rumah pengantin pria.
Makanan yang dimakan adalah makanan yang dibawa oleh pihak parboru

13. Paulak Une
Adat ini dimasukkan sebagai langkah untuk kedua belah pihak bebas saling kunjung mengunjungi setelah beberapa hari berselang upacara pernikahan yang biasanya dilaksanakan seminggu setelah upacara pernikahan. Pihak pengantin laki-laki dan kerabatnya, bersama pengantin mengunjungi rumah pihak orang tua pengantin perempuan. Kesempatan inilah pihak perempuan mengetahui bahwa putrinnya betah tinggal di rumah mertuanya.
Setelah satu, tiga, lima atau tujuh hari si wanita tinggal bersama dengan suaminya, maka paranak, minimum pengantin pria bersama istrinya pergi ke rumah mertuanya untuk menyatakan terima kasih atas berjalannya acara pernikahan dengan baik, terutama keadaan baik pengantin wanita pada masa gadisnya (acara ini lebih bersifat aspek hukum berkaitan dengan kesucian si wanita sampai ia masuk di dalam pernikahan).
Setelah selesai acara paulak une, paranak kembali ke kampung halamannya/rumahnya dan selanjutnya memulai hidup baru.

14. Manjae
Setelah beberapa lama pengantin laki-laki dan perempuan menjalani hidup berumah tangga (kalau laki-laki tersebut bukan anak bungsu), maka ia akan dipajae, yaitu dipisah rumah (tempat tinggal) dan mata pencarian. Biasanya kalau anak paling bungsu mewarisi rumah orang tuanya.

15. Maningkir Tangga (baca: manikkir tangga)
Setelah pengantin manjae atau tinggal di rumah mereka. Orang tua beserta keluarga pengantin datang untuk mengunjungi rumah mereka dan diadakan makan bersama.

DAFTAR PUSTAKA

Siahaan, N. 1964. Sejarah Kebudayaan Batak.

Medan:Napitupulu & Sons.

Siahaan, Mangaraja Asal. 2004. Adat dohot Umpama. Pematang siantar: Tulus Jaya.

Sibarani, Parda. 1976. Umpasa Batak Dohot Lapatanna. Pematang Siantar:”Parda”.

Tampubolon, Radja Patik. 1960. Adat Batak Taringot Parjambaran. Pematang Siantar.

 

Vergowen, J.C. 1985. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Jakarta:Pustaka Azet.

https://id.wikipedia.org/wiki/Pernikahan_adat_Batak_Toba


http://suarakedaulatan.com/ini-tata-cara-dan-tahapan-prosesi-pernikahan-dalam-adat-batak-toba/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar